Cerita ini mungkin tidaklah menarik bagi kalian sehingga aku akan menjaganya tetap sesingkat mungkin. Namun maaf jika kenyataannya cerita ini terlalu panjang. Inilah ceritaku. Pertama, kalian perlu mengetahui bahwa kerasukan atau diikuti oleh sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini sama sekali tidaklah menyenangkan. Segalanya sangat berbeda dengan yang biasa kita lihat di televisi. Berdasarkan pengalamanku sendiri, lepas dari cengkeraman makhluk semacam itu tidaklah mudah. Satu atau dua kali upacara pembersihan tidaklah membantu. Kenyataan ini, walaupun tidak menyenangkan untuk didengar, perlu kukatakan kepada kalian. Jujur, tak semua orang yang mengalaminya bisa diselamatkan. Ceritaku sendiri dimulai dua setengah tahun lalu. Sebelum kejadian itu, kehidupanku berjalan sangat normal. Dari luar, kehidupanku amatlah sempurna. Namun masalahnya, kita takkan pernah tahu kapan semua itu akan direnggut dari kita.Tak seorangpun tahu. Kurasa aku harus memulainya dari awal. Pada saat itu, umurku baru 23 tahun. Aku baru saja mulai bekerja di sebuah perusahaan di Tokyo. Aku bekerja sangat keras karena baru saja lulus kuliah dan ingin melakukan semuanya dengan benar. Perusahaanku itu bukanlah perusahaan besar dan tak banyak pekerja yang berusia sama denganku. Dan bisa kalian tebak, di tempat seperti itu, para pegawai yang sama-sama berusia muda akan berakhir menjadi sahabat karib. Satu pemuda yang menjadi sangat dekat denganku bernama Ogawa. Ia berasal dari wilayah timur laut Jepang dan sepertinya tahu akan segala hal. Ia tidak memiliki banyak teman dekat. Bahkan kupikir, mungkin hanya aku sajalah sahabatnya di sini. Tak ada orang yang berani mengatakan hal ini di depannya, namun dia itu... yah, bisa dibilang agak aneh. Sebagai contoh, ia akan mengatakan sesuatu seperti: "Jika kamu melakukan ini, maka ini yang akan terjadi ..." atau "Dia sedang menuju ke sini...". Orang-orang yang gemar mengatakan hal seperti itu akan dianggap sok tahu, namun tidak dengan Ogawa. Apapun yang ia katakan pada akhirnya akan menjadi nyata. Awalnya, aku hanya berpikir itu semua adalah sebuah lelucon.
Gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku ini jauh lebih besar ketimbang yang biasa kuhabiskan saat kuliah. Karena itu aku tak pernah menghabiskan waktuku di rumah dan selalu berakhir pekan dengan berpesta dengan teman-temanku. Pada permulaan Agustus, Ogawa dan aku berhasil mendapatkan dua gadis sebagai gebetan kami. Kami mengajak mereka ke sebuah rumah terbengkalai yang kabarnya berhantu. Tempat itu memang seram. Aku merasa merinding hanya dengan berjalan mengelilinginya dan kami merasa ada sesuatu yang selalu mengawasi kami sepanjang waktu. Namun tak ada terjadi di sana dan kami akhirnya pulang setelah merasa bosan. Tiga hari kemudian, aku sedang bekerja dan seperti hari-hari lain, aku pulang terlambat. Ada sebuah aturan tak tertulis di kantorku bahwa pegawai junior tidak sepantasnya meninggalkan kantor sebelum seluruh pegawai senior pulang. Ketika aku akhirnya bisa pulang, tubuhku sudah sangat teramat lelah. Aku berjalan masuk ke dalam kamar apartemenku, mengunci pintunya, dan melepaskan sepatuku. Aku tak tahu mengapa, namun begitu aku melewati cermin, aku melakukan sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan. Perbuatanku itu sangatlah bodoh, aku tahu itu. Namun hal itu terlintas begitu saja di pikiranku dan saat itu aku merasa perlu untuk melakukannya. Agar tak membuat kalian bingung, sebaiknya aku menjelaskannya kondisi tempat tinggalku terlebih dulu. Apartemenku berjarak 15 menit dari stasiun kereta api. Kamarku bertipe studio [kamar luas tanpa penyekat] dengan sebuah lorong pendek menuju pintu masuk. Cermin itu berada di akhir lorong tersebut. Aku tak mau membicarakan terlalu banyak detail, namun Ogawa pernah memberitahuku tentang sebuah ritual kecil yang dapat kalian lakukan di depan cermin. Ia berkata,"Jika kamu berdiri di depan sebuah cermin dan membungkuk, kemudian melihat ke arah kanan, maka 'sesuatu' akan tampak." Aku sama sekali tak mengira sesuatu benar-benar akan terlihat, jadi aku melakukannya. Aku membungkuk di depan cermin lalu menoleh ke kanan. Begitu aku menoleh, aku bisa mengatakan ada sesuatu yang berada tepat di bagian tengah kamar apartemenku. Apapun itu, ia terlihat sangat aneh. Tingginya tak lebih dari dua meter. Rambutnya panjang dan berantakan, menutupi sebagian besar wajahnya. Kertas-kertas mantera menutupi wajahnya, namun aku tak bisa mengatakan ada berapa banyak. Ketika aku melihat pakaiannya, aku cukup yakin pakaian itu sama seperti yang dipakaikan kepada jenazah pada upacara pemakaman. Selain itu, ia juga bergerak maju mundur, seperti meliukkan tubuhnya, secara berulang kali. Aku membeku saat itu juga. Aku bahkan tak mampu bersuara. Tubuhku terasa dilumpuhkan oleh rasa takut dan bingung. Otakku mencoba mecari penjelasan logis tentang apa yang sebenarnya terjadi dan apakah makhluk itu sebenarnya. Namun rasanya tak ada penjelasan yang masuk akal tentang apa yang kulihat saat itu. Aku ingin kalian mencoba memahami apa yang kualami saat itu. Coba tutuplah matamu dan bayangkan kalian berada di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Kemudian bayangkan ada sesuatu yang berdiri di sana, mengamatimu. Jelas ritual itulah yang membawa makhluk itu ke sini, namun aku sama sekali tak mengerti apa yang terjadi saat itu. Pikiranku terlalu dipenuhi oleh rasa bingung dan takut. Makhluk itu seperti muncul entah dari mana dan anehnya lagi, kehadirannya serasa membuat udara di sekitarnya menjadi biru. Kamar itu teramat sangat sunyi, sehingga aku merasa seperti waktu telah berhenti. Aku akhirnya berkesimpulan bahwa aku secepatnya harus pergi dari apartemen ini. Sepatuku masih tergeletak di lantai dan aku segera berusaha menggapainya, sementara mataku tetap terpaku pada makhluk itu. Aku tak tahu mengapa, namun aku merasa jika aku memalingkan wajahku dari makhluk itu, sesuatu yang buruk akan terjadi. Aku berjalan mundur keluar dari kamar. Biasanya hanya butuh 3 langkah untuk berjalan keluar dari cermin itu ke pintu keluar, namun aku berjalan sangat perlahan dan waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih bisa melihat makhluk itu dari cermin, dan aku melihat bahwa makhluk itu menggerakkan tubuhnya makin cepat, ke depan dan ke belakang. Aku juga mendengar ia mulai mengeluarkan suara,seperti rintihan.
Gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku ini jauh lebih besar ketimbang yang biasa kuhabiskan saat kuliah. Karena itu aku tak pernah menghabiskan waktuku di rumah dan selalu berakhir pekan dengan berpesta dengan teman-temanku. Pada permulaan Agustus, Ogawa dan aku berhasil mendapatkan dua gadis sebagai gebetan kami. Kami mengajak mereka ke sebuah rumah terbengkalai yang kabarnya berhantu. Tempat itu memang seram. Aku merasa merinding hanya dengan berjalan mengelilinginya dan kami merasa ada sesuatu yang selalu mengawasi kami sepanjang waktu. Namun tak ada terjadi di sana dan kami akhirnya pulang setelah merasa bosan. Tiga hari kemudian, aku sedang bekerja dan seperti hari-hari lain, aku pulang terlambat. Ada sebuah aturan tak tertulis di kantorku bahwa pegawai junior tidak sepantasnya meninggalkan kantor sebelum seluruh pegawai senior pulang. Ketika aku akhirnya bisa pulang, tubuhku sudah sangat teramat lelah. Aku berjalan masuk ke dalam kamar apartemenku, mengunci pintunya, dan melepaskan sepatuku. Aku tak tahu mengapa, namun begitu aku melewati cermin, aku melakukan sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan. Perbuatanku itu sangatlah bodoh, aku tahu itu. Namun hal itu terlintas begitu saja di pikiranku dan saat itu aku merasa perlu untuk melakukannya. Agar tak membuat kalian bingung, sebaiknya aku menjelaskannya kondisi tempat tinggalku terlebih dulu. Apartemenku berjarak 15 menit dari stasiun kereta api. Kamarku bertipe studio [kamar luas tanpa penyekat] dengan sebuah lorong pendek menuju pintu masuk. Cermin itu berada di akhir lorong tersebut. Aku tak mau membicarakan terlalu banyak detail, namun Ogawa pernah memberitahuku tentang sebuah ritual kecil yang dapat kalian lakukan di depan cermin. Ia berkata,"Jika kamu berdiri di depan sebuah cermin dan membungkuk, kemudian melihat ke arah kanan, maka 'sesuatu' akan tampak." Aku sama sekali tak mengira sesuatu benar-benar akan terlihat, jadi aku melakukannya. Aku membungkuk di depan cermin lalu menoleh ke kanan. Begitu aku menoleh, aku bisa mengatakan ada sesuatu yang berada tepat di bagian tengah kamar apartemenku. Apapun itu, ia terlihat sangat aneh. Tingginya tak lebih dari dua meter. Rambutnya panjang dan berantakan, menutupi sebagian besar wajahnya. Kertas-kertas mantera menutupi wajahnya, namun aku tak bisa mengatakan ada berapa banyak. Ketika aku melihat pakaiannya, aku cukup yakin pakaian itu sama seperti yang dipakaikan kepada jenazah pada upacara pemakaman. Selain itu, ia juga bergerak maju mundur, seperti meliukkan tubuhnya, secara berulang kali. Aku membeku saat itu juga. Aku bahkan tak mampu bersuara. Tubuhku terasa dilumpuhkan oleh rasa takut dan bingung. Otakku mencoba mecari penjelasan logis tentang apa yang sebenarnya terjadi dan apakah makhluk itu sebenarnya. Namun rasanya tak ada penjelasan yang masuk akal tentang apa yang kulihat saat itu. Aku ingin kalian mencoba memahami apa yang kualami saat itu. Coba tutuplah matamu dan bayangkan kalian berada di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Kemudian bayangkan ada sesuatu yang berdiri di sana, mengamatimu. Jelas ritual itulah yang membawa makhluk itu ke sini, namun aku sama sekali tak mengerti apa yang terjadi saat itu. Pikiranku terlalu dipenuhi oleh rasa bingung dan takut. Makhluk itu seperti muncul entah dari mana dan anehnya lagi, kehadirannya serasa membuat udara di sekitarnya menjadi biru. Kamar itu teramat sangat sunyi, sehingga aku merasa seperti waktu telah berhenti. Aku akhirnya berkesimpulan bahwa aku secepatnya harus pergi dari apartemen ini. Sepatuku masih tergeletak di lantai dan aku segera berusaha menggapainya, sementara mataku tetap terpaku pada makhluk itu. Aku tak tahu mengapa, namun aku merasa jika aku memalingkan wajahku dari makhluk itu, sesuatu yang buruk akan terjadi. Aku berjalan mundur keluar dari kamar. Biasanya hanya butuh 3 langkah untuk berjalan keluar dari cermin itu ke pintu keluar, namun aku berjalan sangat perlahan dan waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih bisa melihat makhluk itu dari cermin, dan aku melihat bahwa makhluk itu menggerakkan tubuhnya makin cepat, ke depan dan ke belakang. Aku juga mendengar ia mulai mengeluarkan suara,seperti rintihan.
Comments
Post a Comment