Skip to main content

REAL (chap 3)

Miss Akagi sangat lembut dan berbicara dengan ramah pada semua orang. Ketika aku masih duduk di bangku SMP, keluargaku memutuskan membeli sebuah tanah dan membangun rumah di atasnya. Aku tak tahu apa nama upacara itu, namun kami memiliki suatu kebiasaan untuk"membersihkan" rumah yang baru saja kami beli atau bangun. Nenekku memanggil Miss Akagi dan beliau sendiri yang memimpin upacara tersebut. Ternyata, menurut beliau banyak hal-hal "buruk" yang berkaitan dengan tanah itu, namun tak ada yang perlu kami khawatirkan setelah upacara itu selesai.
Aku tahu aku bisa bergantung pada beliau. Karena aku menghabiskan hampir seharian berkeliling mencari pendeta di Tokyo, aku baru sampai di kota asalku jam 9 malam. Kota ini sebagian besar terdiri atas bangunan pabrik, jadi tidak seperti Tokyo, tak banyak orang berkeliaran di malam hari seperti ini. Aku berjalan dengan cepat dari pemberhentian bus kerumah orang tuaku, yang berjarak 20 menit. Jalanan hampir kosong, kecuali untuk beberapa lampu jalanan yang masih menyala. Masih teringat jelas di kepalaku apa yang terjadi tadi malam dan aku tak melihat tanda-tanda dari makhluk yang menghantui kamarku itu. Namun lebih buruk lagi, aku mulai merasakan ada yang aneh dengan diriku. Walaupun matahari telah terbenam dan suhu udara cukup dingin, aku merasakan bagian belakang leherku sangat panas. Sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana rasanya, namun rasanya seperti ada tali yang melingkar dan digesek-gesekkan ke leherku. Aku mulai meraba bagian yang panas itu dengan tanganku. Masih terasa panas. Bulu kudukku mulai berdiri dan aku mulai mencoba merasakan bagian tubuhku yang lain dengan telapak tanganku. Semuanya masih terasa sedikit dingin karena udara malam. Hanya leherku yang terasa panas, sangat panas. Aku juga mulai merasakan sensasi seperti disengat. Aku berhenti berjalan dan mulai berlari ke rumahku.
Dengan napas tersengal-sengal, aku segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu di belakangku. Aku mendengar ibuku menutup telepon dan begitu melihat wajahku, ia langsung berkata. "Miss Akagi baru saja menelepon! Kau ingat beliau kan, biksuni yang tinggal di Nagasaki? Beliau sangat mencemaskanmu. Beliau mengatakan bahwa ada hal yang buruk terjadi padamu dan ingin berbicara denganmu secepat mungkin. Apa kau baik-baik saja, Nak?" mata ibuku langsung membelalak begitu melihat leherku, "Astaga! Apa yang terjadi dengan lehermu?" Aku segera berlari ke cermin yang berada di lorong. Tadi aku sempat berpikir aku aman di sini, bahwa makhluk yang sebelumnya kulihat di apartemenku takkan mengikutiku di sini. Namun aku segera menyadari bahwa aku salah begitu melihat garis merah yang melingkari leherku. Luka itu terlihat seperti seutas tali yang tengah meliliti leherku. Aku mendekat ke cermin untuk melihatnya lebih jelas dan terlihat bagiku, luka aneh itu akan sulit hilang. Aku mulai gemetar. Aku tak mampu berpikir lagi. Yang dapat kulakukan hanyalah naik ke kamar ibuku, dimana ada sebuah patung Buddha kecil di sana. Aku berdoa di depannya terus-menerus. "Apa yang terjadi?" ayahku yang tampaknya baru saja berbicara dengan ibuku, menyerbu masuk ke dalam ruangan. Ibu sangat ketakutan, sehingga beliau memanggil nenek. Aku tak bisa menerka apa yang ibuku bicarakan di telepon di tengah doaku, namun aku bisa mengetahui bahwa beliau tengah menangis. Sesuatu mengenai ibuku yang ketakutan membuatku tersadar betapa serius kondisi yang tengah kualami ini. Tak ada tempat yang aman bagiku. Makhluk itu akan terus mengikutiku hingga akhir hayatku. Setelah tiga hari, keadaanku hanya terus memburuk. Aku tak tahu apakah ini karena kondisi mentalku yang turun ataukah karena ulah makhluk yang terus mengikutiku ini, namun aku menderita demam yang amat parah selama dua hari. Leherku terus-menerus berkeringat dan pada hari kedua, darah mulai bercampur dengan keringatku. Pendarahanku mulai terhenti keesokan harinya setelah demamku mulai turun. Aku akhirnya bisa menenangkan diriku sedikit. Namun leherku masih terasa gatal, bahkan terasa seperti disengat. Apapun yang menyentuhnya, apakah itu handuk, kaos, selimut, semuanya memberikan rasa sakit di sekitar luka tersebut. aku berusaha untuk tidak menyentuhnya karena takut darah akan keluar kembali dari luka tersebut. Aku hanya berbaring sepanjang hari, memaksa diriku sendiri untuk berhenti memikirkannya. Namun tiap kali aku masuk ke kamar mandi, aku tak mampu menghindar untuk melihat ke arah cermin. Apa yang kulihat di cermin benar-benar hampir membuatku jadi gila. Warna merah hampir sepenuhnya menghilang, namun luka itu ... aku bisa mengatakan bahwa luka itu justru makin melebar. Benda itu benar-benar membuatku jijik. Aku akan mencoba menggambarkan seperti apa luka itu sekarang, maaf jika aku membuat kalian merasa mual. Ketika pertama muncul, luka itu hanya berbentuk garis merah tipis sekitar 1 cm lebarnya. Garis itu melingkari leherku tanpa terputus. Kulitku cukup putih, sehingga warna merah itu sangat jelas terlihat, kontras dengan warna kulitku. Luka itu benar-benar nampak seperti tali merah yang tengah meliliti leherku. Namun setelah tiga hari, benda itu mulai berubah bentuk. Bentuknya benar-benar menjijikkan saat aku melihatnya di cermin. Tampak benjolan-benjolan di luka itu, letaknya sangat berdekatan hingga hampir tak ada jarak antara satu tonjolan dengan tonjolan yang lainnya. Ukurannya kecil-kecil, namun yang membuatnya buruk, terlihat cairan nanah keluar dari benjolan-benjolan itu. Dan luka itu tampak semakin melebar dan melebar. Aku bahkan muntah begitu pertama melihatnya. Aku mencoba mencuci leherku dengan air, namun rasa sakit terus saja menyengat. Ibuku bahkan mengoleskan obat ke luka tersebut, namun aku tahu itu takkan membantu. Aku kembali berbaring di atas kasur dan menangis sepanjang malam. "Kenapa aku?" hanya itu yang bisa kupikirkan. Tak ada hal lain yang terlintas di dalam benakku kecuali penyesalan. Aku sampai di suatu titik dimana aku tak mampu lagi menangis. Telepon genggamku tiba-tiba berdering. Itu Ogawa. Ketika aku melihat namanya di caller ID, hatiku segera terisi dengan harapan. Aku tiba-tiba serasa di-charge dengan energi yang aku bahkan lupa masih memilikinya. Aku tak mengira aku akan sebahagia ini mendapat telepon darinya.

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Ibu

Malam ini adalah malam hari raya Idul Adha. Takbir bergema dimana-mana termasuk masjid depan rumah. Semua terlihat ramai, bergembira menyambutnya. Temen-temen banyak pulang kampung juga karena liburan yang lumayan lama sabtu-senin, mayanlah 3 hari. Merasakan hangatnya berkumpul dengan keluarga mereka. Entah kenapa malam ini gema takbir membuatku kangen dengan almh.ibu.. ibu sudah kembali ke tempat Allah yang kuharap adalah tempat terindah di sisi-Nya. Beliau meninggal tepat dibulan September 2012, dibulan yang sama dengan sekarang yaitu September 2016. 4 tahun sudah hariku tanpa beliau. Ibu adalah wanita terhebat yang ada dalam hidupku. Wanita tegar, sahabat, wanita tercantik, chef terhebat, guru terbaik untukku. Aku rindu bau masakkanmu yang selalu tercium sedap dari halaman depan rumah setiap pulang sekolah buk.. Rindu tidur dipelukkanmu, rindu usapan tanganmu dikepalaku, rindu mie instan buatan ibu khas untuk sarapanku yang entah kenapa selalu terasa istimewa dilidahku. Ibu

Orang Terdekatku

Hari ini aku ingin memperkenalkan keluarga keduaku. Mereka saudari, sahabat, rekan kerja dan teman saya tercinta. Kami yang disatukan oleh takdir Allah. saling mengingatkan dalam semua hal kebaikkan, mengingatkan sholat, saling berbagi susah, senang, sandaran, makanan, minuman, uang, bahkan sandal. Saling bantu pekerjaan, tidur, PKUZ ulangi inputan bareng-bareng, melakukan hal gila bersama. :) Diatas ada mbak Amel, dia sudahku anggap seperti saudariku sendiri, kakak perempuanku. Orangnya baik, islamnya kaffah, anaknya rame. Dia sendiri temen MTS nya suamiku. Dia dikantor bagian faktur. Kami setiap bulan rutin melakukan perjalanan keluar kota bersama sampai sampai tak jarang kami harus kesasar bareng. Dia juga sering membantuku jika ada masalah di program komputer. Jalan-jalan bareng, cari-cari masjid yang bagus berdua. Kemudian, disini ada khanifatul atau ifa, dia bagian kasir. Dia anaknya asik. Seneng jajan, apalagi waktu kami ke bank. Tiada hari tanpa yang namanya jajan.. Entah itu s

Pengalaman Ruqiah Mandiri

https://m.youtube.com/watch?v=uvTzEOohK2E Diatas adalah link download ruqiah mandiri 7 menit bersama ustd. Adam Amrullah. Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman saya mencoba ruqiah mandiri. biasanya dikantor jam sore setelah sholat ashar itu agak santai buat kami.(saya, amel& ifa). Iseng-iseng mbak amel menunjukkan video yang ditandai suaminya lewat facebook, mungkin gara-gara saya beberapa bulan ini lagi cari-cari info masjid di semarang yang ngadain ruqiah masal tapi gak nemu-nemu, jadinya saya langsung tertarik melihat video yang ditunjukkan, maka bersiaplah kami menonton video tersebut. Ada mbak ifa sebelah kiri, ditengah mbak amel dan saya di samping kanan mereka. Kami ndeprok/duduk dilantai seketika dengan menyiapkan plastik jikalau sampai kami tiba-tiba muntah.(karena baru dengar pengarahannya saja saya sudah merasakan pusing). Pertama ada pengarahan singkat dari ustd.Adam, seperti mengusap-usap perut dan dada saat pembacaan ayat suci dengan khusyuk, kemudi