Skip to main content

REAL (chap 4)

"Halo!" aku mengangkatnya secepat mungkin. "Hei, apa kau baik-baik saja?"
"Tidak... kondisiku tak begitu baik." Aku mencoba sebisa mungkin tak membiarkan perasaan menguasaiku, namun tangisku hampir pecah. "Oh, seburuk itu ya?" Kata 'buruk' bahkan tak cukup dekat untuk menggambarkannya. "Hei, bagaimana? Kau sudah menemukan seseorang untuk menolongku?" Ketika ia tak segera menjawabku, aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. "Maaf, tapi aku belum menemukannya. Aku sudah menghubungi beberapa kawan lamaku, namun aku belum mendapatkan kabar apapun."
"Apa? Jadi apa yang harus kulakukan?" aku tahu aku terdengar sangat memaksa dan terdengar egois, namun aku tak peduli. Dia harus menolongku! "Tenanglah sedikit, oke? Tak ada seorangpun yang kukenal bisa menolongmu. Namun mungkin ada seseorang, ia teman dari temanku. Temanku mengatakan ia sangat jago dan ia akan sangat senang menolongmu, namun ..." "Namun?" aku mulai tak sabar. "Harganya sangat mahal." Ia tampak tak enak ketika menyebutkannya. "Ia minta bayaran?" "Ya begitulah kata temanku. Bagaimana, kau mau?" "Berapa?" sebenarnya aku tak ingin mendengar jawaban Ogawa, sebab ia sendiri terdengar sangat berat untuk mengatakannya. "Menurut temanku, mungkin sekitar 500 ribu yen [sekitar 59 juta]."
"500 ribu yen? Bagaimana aku harus membayarnya?" aku memiliki pekerjaan, namun mustahil bagiku mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Namun jika itu bisa melepaskan semua penderitaan ini, mungkin aku tak memiliki pilihan lain, "Baik, dimana aku bisa menemuinya" "Temanku bilang ia tinggal di Gunma. Aku harus menanyakan pada temanku dimana persisnya, jadi aku akan meneleponnya dan lihat apa yang bisa ia lakukan." Percakapan kamipun usai dan aku pergi untuk berdoa di altar kembali. Kalian mungkin masih ingat, pada hari aku tiba, ibuku memanggil nenek. Beliau mengatakan bahwa Miss Akagi mungkin akan datang untuk menolongku secepat mungkin. Namun ada masalah. Beliau sangat sibuk dan beliau juga sudah sangat tua. Paling cepat beliau bisa tiba di sini 3 minggu lagi. Itu berarti aku terjebak dengan keadaan ini untuk tiga minggu ke depan. Aku tak tahu apakah aku bisa bertahan selama itu dan semuanya itu membuatku sangat gugup dan ketakutan. Tiga minggu tanpa kepastian. Aku jelas takkan mampu melaluinya.Paling tidak, aku tak bisa hanya berdiam diri saja selama itu. Aku harus mencoba melakukan sesuatu. Ogawa meneleponku kembali sekitar jam 11 malam itu. "Maaf membuatmu menunggu. Aku harus menunggu temanku meneleponku balik. Ia bilang orang itu bisa datang ke tempatmu besok." "Besok?" "Besok hari Minggu bukan?" Ogawa terdengar terkejut saat ia tahu aku tak menyadari bahwa ini akhir pekan. Akupun sama terkejutnya. Sudah lima hari berlalu sejak kami berjumpa terakhir kalinya. Aku bahkan lupa bahwa aku sudah absen selama seminggu dari kantor. "Baiklah kalau begitu," jawabku, "Terima kasih. Jadi, dia akan datang ke sini, ke Saitama?" "Ya, katanya begitu. Ia memiliki mobil sendiri, jadi aku akan mengirimkan alamatmu kepadanya, oke?" "Baik, aku akan mengirimkanmu SMS berisi alamatku. Oya, kau tak melakukan apapun kan besok? Bisakah kau datang bersamanya?" "Oh, tentu. Jangan khawatir." "Oya ... bisakah kira-kira aku membayarnya belakangan?" aku tak mau berterus terang bahwa aku tak memiliki uang, namun kurasa Ogawa bisa menyimpulkannya sendiri."
"Kurasa bisa." "Baiklah. Hubungi aku besok jika kamu sudah berada di dekat sini." Semuanya tak begitu sesuai rencanaku, namun kurasa ini justru lebih baik. Malam itu, aku bermimpi aneh. Seorang gadis mengenakan kimono putih berlutut di lantai di sampingku. Ia membungkuk dalam-dalam ke depan, menaruh tiga jari dari tiap tangan ke lantai ketika ia membungkuk. Ia kemudian berdiri dan meninggalkan kamar, namun tidak sebelum ia membungkuk kembali di depan pintu. Aku tak tahu apa kaitan mimpi itu dengan situasi yang kini kualami, namun aku merasa seperti semua ini ada hubungannya. Hari berikutnya Ogawa meghubungiku tepat siang hari. Aku membimbingnya ke rumah orang tuaku ketika kami berbicara di telepon. Ia membawa teman yang katanya menawarkan bantuannya dan ia terlihat seperti berumur pertengahan 30-an. Aku sama sekali tak merasa pria ini bisa membantuku, ia malah terlihat seperti anggota yakuza kelas teri. Aku belum memberitahu orang tuaku tentangnya dan jelas mereka juga sama curiganya sepertiku. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Hayashi. Aku yakin itu bahkan bukan nama aslinya, namun semua itu bukan masalah bagiku. Ia kemudian berbicara denganku. "Tomohiko, aku dengar bahwa kau terlibat masalah yang sangat besar,bukan?" Maaf memotong di sini, namaku Tomohiko. Maaf baru mengatakannya. "Hayashi, bukan?" ayahku memotong pembicaraan kami. Nadanya sangat tajam dan defensif,"Bisakah saya tahu mengapa anda datang ke sini?" "Karena anak anda, Pak. Anda mungkin takkan mempercayai apa yang saya katakan pada anda, namun anak anda terlibat dalam suatu masalah, benar bukan? Dia mengemis meminta bantuan saya. Karena itulah saya datang." "Dia dalam masalah?" kata ibuku. Matanya beralih dari Hayashi ke arahku. "Ya. Saya punya pengalaman dengan hal-hal seperti ini. Masalahnya adalah kasus-kasus yang pernah saya tangani tak pernah ada yang seberat ini. Bukan saya ingin menakuti kalian semua, namun bahkan berada di ruangan ini lumayan membuat saya takut." Ayahku semakin tak yakin dengan orang ini, "Maafkan saya bertanya, namun apa sebenarnya pekerjaan anda?"
"Ah, mungkin anda berpikir saya ini orang gila. Namun pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan yang rumit dengan jawaban yang rumit pula. Percayalah saja pada saya ketika saya mengatakan bahwa hanya saya yang dapat menolong anak anda. Anda tak ingin dia direnggut dari anda untuk selamanya, bukan?" "Apa kami bisa mempercayai anda untuk menolong anak kami?" ibuku tak sebegitu curiga pada orang ini ketimbang ayahku, namun ia juga tampak tak mempercayai Hayashi sepenuhnya. "Saya akan membantu kalian jika kalian mengizinkannya." Ia menatap mata ibuku dengan tajam ketika mengatakannya. Ibuku mengangguk. "Masalah seperti ini hanya bisa dipecahkan oleh seorang ahli seperti saya. Dan anda tahu, hal ini juga cukup berbahaya bagi diri saya sendiri. Saya membutuhkan suatu jaminan, apa anda mengerti apa yang saya katakan?" "Berapa yang kau inginkan?" keraguan ayahku semakin menguat. Garis-garis di wajahnya makin menebal. "Hmmm ... jika saya tidak mendapat 2 juta yen [sekitar 230 juta rupiah] ..." "Apa kau bercanda?" wajah ayahku berubah merah akibat amarahnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Ibu

Malam ini adalah malam hari raya Idul Adha. Takbir bergema dimana-mana termasuk masjid depan rumah. Semua terlihat ramai, bergembira menyambutnya. Temen-temen banyak pulang kampung juga karena liburan yang lumayan lama sabtu-senin, mayanlah 3 hari. Merasakan hangatnya berkumpul dengan keluarga mereka. Entah kenapa malam ini gema takbir membuatku kangen dengan almh.ibu.. ibu sudah kembali ke tempat Allah yang kuharap adalah tempat terindah di sisi-Nya. Beliau meninggal tepat dibulan September 2012, dibulan yang sama dengan sekarang yaitu September 2016. 4 tahun sudah hariku tanpa beliau. Ibu adalah wanita terhebat yang ada dalam hidupku. Wanita tegar, sahabat, wanita tercantik, chef terhebat, guru terbaik untukku. Aku rindu bau masakkanmu yang selalu tercium sedap dari halaman depan rumah setiap pulang sekolah buk.. Rindu tidur dipelukkanmu, rindu usapan tanganmu dikepalaku, rindu mie instan buatan ibu khas untuk sarapanku yang entah kenapa selalu terasa istimewa dilidahku. Ibu

Orang Terdekatku

Hari ini aku ingin memperkenalkan keluarga keduaku. Mereka saudari, sahabat, rekan kerja dan teman saya tercinta. Kami yang disatukan oleh takdir Allah. saling mengingatkan dalam semua hal kebaikkan, mengingatkan sholat, saling berbagi susah, senang, sandaran, makanan, minuman, uang, bahkan sandal. Saling bantu pekerjaan, tidur, PKUZ ulangi inputan bareng-bareng, melakukan hal gila bersama. :) Diatas ada mbak Amel, dia sudahku anggap seperti saudariku sendiri, kakak perempuanku. Orangnya baik, islamnya kaffah, anaknya rame. Dia sendiri temen MTS nya suamiku. Dia dikantor bagian faktur. Kami setiap bulan rutin melakukan perjalanan keluar kota bersama sampai sampai tak jarang kami harus kesasar bareng. Dia juga sering membantuku jika ada masalah di program komputer. Jalan-jalan bareng, cari-cari masjid yang bagus berdua. Kemudian, disini ada khanifatul atau ifa, dia bagian kasir. Dia anaknya asik. Seneng jajan, apalagi waktu kami ke bank. Tiada hari tanpa yang namanya jajan.. Entah itu s

Pengalaman Ruqiah Mandiri

https://m.youtube.com/watch?v=uvTzEOohK2E Diatas adalah link download ruqiah mandiri 7 menit bersama ustd. Adam Amrullah. Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman saya mencoba ruqiah mandiri. biasanya dikantor jam sore setelah sholat ashar itu agak santai buat kami.(saya, amel& ifa). Iseng-iseng mbak amel menunjukkan video yang ditandai suaminya lewat facebook, mungkin gara-gara saya beberapa bulan ini lagi cari-cari info masjid di semarang yang ngadain ruqiah masal tapi gak nemu-nemu, jadinya saya langsung tertarik melihat video yang ditunjukkan, maka bersiaplah kami menonton video tersebut. Ada mbak ifa sebelah kiri, ditengah mbak amel dan saya di samping kanan mereka. Kami ndeprok/duduk dilantai seketika dengan menyiapkan plastik jikalau sampai kami tiba-tiba muntah.(karena baru dengar pengarahannya saja saya sudah merasakan pusing). Pertama ada pengarahan singkat dari ustd.Adam, seperti mengusap-usap perut dan dada saat pembacaan ayat suci dengan khusyuk, kemudi