"Tomohiko ..." "Aku tak melakukan kesalahan apapun!" rasa iba yang terpancar di mata beliau sama sekali tak membuatku tenang dan keputus-asaanku kembali terbit. "Maksudku, aku memang pergi ke tempat berhantu itu, namun bukan hanya saku. Ada orang lain di sana! Mengapa hanya aku yang harus mengalami semua ini? Apa karena aku melakukan hal tolol di depan cermin itu? Apa itu sebabnya? Aku sama sekalitak mengerti! Mengapa ini terjadi padaku? Mengapa???" "Keeeeeeahhhh .... paaaaaaaaaah ..... keaaaaaaaaaaah.....yaaaaaaaaaaah ..... paaaaaaaaaaaaah ...."Suara itu membuatku hampir melompat ketakutan. Aku tak tahu apa yang terjadi dan aku tak tahu apa yang coba dikatakannya, sebab suara itu sangatlah ganjil dan aneh. "Keeeeeeeeeaaaaaaah .... paaaaaaaaah ... " suaranyahampir seperti parkit, naik dan turun dengan intonasi yang benar-benar membuatku telingaku hampir tuli. Suara itu terus-menerus terulang dan akhirnya aku mengerti apa yang coba dikatakannya. Kenapa? Kenapa? Kenapa?Aku menatap Miss Akagi dan melihat bahwa ekspresi ramahnya sudah menghilang dari wajah beliau. Seakan-akan jiwanya sudah keluar dari tubuhnya dan tak berada lagi di sana. Dari sudut pelupuk mataku, aku dapatmengatakan ada sesuatu yang berada di ruangan ini selain kami. Ketika aku bergerak, darah kembali menetes dari leherku. Makhluk itu ada di sana. Iamerangkak sambil menatap wajahku. Aku tak punya bayangan apa yang sedang terjadi atau apa yang Miss Akagi sedang lakukan. Aku berada di dalam kuil, di hadapan seorang bikusini, namun entah bagaimana caranya, monster itu berada hanya beberapa jengkal jaraknya dariku. Ia melakukan apa yang ia lakukan di apartemenku malam itu. Matanya sejajardengan mataku dan kepalanya berputar sepertiburung hantu. Ia tampak kebingungan. "Kena-pa? Kena-pa? Kena-pa?" suarnya yang seperti jeritan burung liar itu seakan mengiris telingaku, terus menayakanhal yang berulang kali. Aku berani bertaruh inilah suara yang didengar Hayashi ketika ia mencoba mengusirnya. Mungkin makhluk itu tak mengatakan hal yang samadengannya, namun ia pastimendengar suara yang sama mengerikannya dengan ini. Tenggelam dalam ketakutan, aku serasa berhenti bernapas. Mataku melebar dan mulutku membuka. Paru-paruku seakan mengais-ais udara, namun aku tak mampu bernapas dalam-dalam. Leherku terasa dicekik. Ketika aku melihat gerakan tubuhnya yang patah-patah, aku menyadari tangannya bergerak mendekati wajahnya. Jari-jarinya mencoba mencabik kertas-kertas mantera yang menempel diwajahnya. Aku tahu jika kertas-kertas mantera itu terlepas, sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Detak jantungku makin kencang ketika aku melihatujung rahangnya. Aku mencoba berteriak agar ia menghentikannya, namun aku tak mampu bersuara sedikitpun. Napasku tersengal-sengal, bayangan tentang apa yangakan terjadi apabila ia melepas kertas-kertas manteraku itu dengan liar berkecamuk di kepalaku. Jantungku bergedup teramat kencang sehingga aku bisa mendengarnya di telingaku dan tiba-tiba ... BANG! Secara harfiah, aku terlempar ke udara ketika aku mendengar suara itu. Aku mengira jantungku telah melompat keluar. Karena caraku duduk, aku hampir terjatuh, namun aku akhirnya mampu menyeimbangkan driku dan berusaha kabur dari ruangan itu. Walaupun akusekeras mungkin mencoba untuk berlari, namun tubuhku terjerembab dan akupun terjebak di sana. Kakiku menolak untuk bergerak. Aku terus mencoba merangkak dan menoleh untuk melihat apakah ia mengejarku. Namun kemudian ... DUK!!! Kepalaku menghantam dinding, sangat keras. Rasatakutku menelan semua rasa sakitku sehingga aku tak merasakan apapun. Yang kutahu berikutnya, darah mengalir dari pelipisku dan menetes di alis mataku. Namun yang lebih kupedulikan saat itu adalah segera kabur dari makhluk itu ketimbang apapun.
Darah yang mengalir ke mataku mulai membutakanku. Aku mulai bisa bergerak dan mengulurkan tanganku, mencoba mencari pintu. Namun sekeras apapun aku mencoba, aku tetap takbisa menemukan jalan keluar. "Kau tak bisa pergi sekarang!" teriak Miss Akagi. Suara itu cukup untuk menghentikanku untuk melarikan diri dari ruangan itu. Aku membekudi sana dan mencoba untuk menguasai keadaan. Akupun mencoba untuk mengikuti perintah Miss Akagi, apapun itu. Sebab mungkin itu satu-satunya jalan keluar. Ketika aku mengusap darah dari mataku, aku melihat bahwa orang tuakumencoba mendobrak masuk ke ruangan. Mungkin saja perintah MissAkagi tadi ditujukan pada kedua orang tuaku yang meninggalkan ruangan mereka dan mencoba masuk ke sini. Miss Akagi menunggu sejenak hingga aku siap mendengarkan apapun perkataannya. "Maaf, Tomohiko. Pasti tadisangat menakutkan bagimuya? Sekarang sudah baik-baik saja. Kembalilah ke sini." beliau kemudian berpaling ke arah orang tuaku yang kini berdiri di depan pintu. "Sekarang sudah tak apa-apa. Kembalilah dan biarlah saya menyelesaikan ini semua." Aku bisa mendengar mereka berbicara di balik pintu, walaupun aku tak bisa menerka apa yang mereka katakan. Aku kembali menuju ke tempat Miss Akagi duduk dan beliau mengulurkan sebuah sapu tangan untuk mengusap darah dari wajahku. Sapu tangan itu terasa harum saat kugunakan. Aku duduk bersila kembali dan menyadari bahwa suara"Bang!" yang kudengar tadi bukan berasal dari iblis itu,melainkan dari Miss Akagi yang memukulkan tangannya ke tatami. "Tomohiko, apa kau mendengarnya? Apa kau melihatnya?" "Aku melihatnya." Aku menelan ludahku. "Ia menanyakan kepadaku, 'Kenapa, kenapa ... ' terus menerus." Wajah Miss Akagi menjadi teduh. Aku terus mencoba untuk tetap tenang di depan Miss Akagi, meskipun aku baru saja mengalami pertemuan yang mengerikan dengan makhluk itu. Kini aku harusmelakukan apapun yang harus kulakukan untuk mempermudah mengusir iblis itu dari hidupku.
"Benar katamu," beliau mengangguk, "Ia terus bertanya 'Mengapa?'. Mengapa menurutmu ia bertanya seperti itu?" "Uh ... saya tak tahu. Apa seharusnya saya tahu?" aku tak memiliki ide sama sekali. "Tomohiko, apa kau takut?""Ya, saya masih takut sekarang." aku mengalihkan wajahku dari beliau karena merasa malu. "Kenapa?" "Well ... semua ini sangatlah aneh bagiku. Hantu dan semuanya, maksud saya ..." aku tak tahu apa lagi yang harus kukatakan. Aku merasa Miss Akagi mencoba membuatku mengerti sesuatu, namun aku hanya tak memahaminya.
Darah yang mengalir ke mataku mulai membutakanku. Aku mulai bisa bergerak dan mengulurkan tanganku, mencoba mencari pintu. Namun sekeras apapun aku mencoba, aku tetap takbisa menemukan jalan keluar. "Kau tak bisa pergi sekarang!" teriak Miss Akagi. Suara itu cukup untuk menghentikanku untuk melarikan diri dari ruangan itu. Aku membekudi sana dan mencoba untuk menguasai keadaan. Akupun mencoba untuk mengikuti perintah Miss Akagi, apapun itu. Sebab mungkin itu satu-satunya jalan keluar. Ketika aku mengusap darah dari mataku, aku melihat bahwa orang tuakumencoba mendobrak masuk ke ruangan. Mungkin saja perintah MissAkagi tadi ditujukan pada kedua orang tuaku yang meninggalkan ruangan mereka dan mencoba masuk ke sini. Miss Akagi menunggu sejenak hingga aku siap mendengarkan apapun perkataannya. "Maaf, Tomohiko. Pasti tadisangat menakutkan bagimuya? Sekarang sudah baik-baik saja. Kembalilah ke sini." beliau kemudian berpaling ke arah orang tuaku yang kini berdiri di depan pintu. "Sekarang sudah tak apa-apa. Kembalilah dan biarlah saya menyelesaikan ini semua." Aku bisa mendengar mereka berbicara di balik pintu, walaupun aku tak bisa menerka apa yang mereka katakan. Aku kembali menuju ke tempat Miss Akagi duduk dan beliau mengulurkan sebuah sapu tangan untuk mengusap darah dari wajahku. Sapu tangan itu terasa harum saat kugunakan. Aku duduk bersila kembali dan menyadari bahwa suara"Bang!" yang kudengar tadi bukan berasal dari iblis itu,melainkan dari Miss Akagi yang memukulkan tangannya ke tatami. "Tomohiko, apa kau mendengarnya? Apa kau melihatnya?" "Aku melihatnya." Aku menelan ludahku. "Ia menanyakan kepadaku, 'Kenapa, kenapa ... ' terus menerus." Wajah Miss Akagi menjadi teduh. Aku terus mencoba untuk tetap tenang di depan Miss Akagi, meskipun aku baru saja mengalami pertemuan yang mengerikan dengan makhluk itu. Kini aku harusmelakukan apapun yang harus kulakukan untuk mempermudah mengusir iblis itu dari hidupku.
"Benar katamu," beliau mengangguk, "Ia terus bertanya 'Mengapa?'. Mengapa menurutmu ia bertanya seperti itu?" "Uh ... saya tak tahu. Apa seharusnya saya tahu?" aku tak memiliki ide sama sekali. "Tomohiko, apa kau takut?""Ya, saya masih takut sekarang." aku mengalihkan wajahku dari beliau karena merasa malu. "Kenapa?" "Well ... semua ini sangatlah aneh bagiku. Hantu dan semuanya, maksud saya ..." aku tak tahu apa lagi yang harus kukatakan. Aku merasa Miss Akagi mencoba membuatku mengerti sesuatu, namun aku hanya tak memahaminya.
Comments
Post a Comment