"Maaf, Nak. Aku tak berniat menakutimu, namun kau harus mengerti. Ada banyak orang di sana yang merasakan sakit, ini sudah tugasmu untuk menolong mereka, kau tahu?" aku merasa bahwa roh yang selalu mengikutiku termasuk di antaranya."Tomohiko, aku ingin kau tinggal di sini sedikit lebih lama lagi. Kau harus belajar terlebih dahulu." Aku melakukan apa yang beliau katakan. Aku masih merasa trauma atas pengalaman mengerikan yang aku alami dan kalau boleh jujur, aku menikmati tinggal di sini. Waktu terasa berjalan lebih lamban di sini dan aku merasakan secercah kedamaian. Aku berakhir tinggal di sana selama 3 bulan. Miss Akagi baru pulang semenjak itu dan aku sebenarnya merasa agak tak nyaman ketika berbicara dengan beliau kali ini, sebab aku mulai merasakan suatu kesedihan. Aku mulai merasa jauh dengan cara hidup dimana aku dibesarkan dan mulai merasa tak nyaman dengan hal tersebut. Ketika Miss Akagi pulang, aku juga sudah bersiap-siap untuk kembali ke rumah keluargaku. Aku berpakaian dengan baju yang formal dan mengucapkan terima kasih kepada semua yang ada di kuil. Aku berjalan keluar didampingi Miss Akagi dan aku merasa sangat senang akan bertemu kembali dengan keluargaku. Namun pada suatu titik aku menyadari bahwa Miss Akagi tiba-tiba lenyap. Padahal sebelumnya ia berjalan di sampingku. Aku menoleh dan melihat dia berdiri jauh di belakangku. Berpikir bahwa aku mungkin berjalan terlalu cepat, akupun kembali ke tempat ia berada. "Tomohiko, apa kau pernah berpikir untuk tinggal di sini saja?" matanya terasa bersinar ketika mengatakannya. Terlihat bahwa ia menyadari betapa besar perubahan yang kualami selama tinggal di sini dan itu membuatku senang. Namun tetap, yang kuinginkan hanyalah kembali pulang. "Maaf, saya tak bisa hidup seperti orang-orang ini untuk selamanya. Aku pikir apa yang mereka lakukan itu hebat, namun itu bukan untuk saya." Aku menatap mata beliau, mencoba untuk terlihat meyakinkan dan serius. "Biarlah aku mengatakannya dengan bahasa lain: kau tak bisa pergi dari sini." "Apa?" "Ia masih bersamamu." Miss Akagi tampak sedang melihat sesuatu yang tak bisa aku lihat. Aku merasakan wajahku berkedut kembali. Baru dua bulan kemudian aku bisa meninggalkan kuil itu, berarti dengan total aku sudah menghabiskan waktu hampir setengah tahun di sana. "Kupikir kini kau akan baik-baik saja, Nak! Namun aku ingin kau kembali ke sini minimal sebulan sekali untuk berjaga-jaga." Miss Akagi berkata ketika aku meninggalkan kuil. Bahkan beliau sendiri tak bisa mengatakan apakah makhluk itu benar-benar pergi ataukah ia hanya sekedar bersembunyi. Butuh waktu memang, namun aku akhirnya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan lamaku. Ibuku-lah yang mengurus apartemenku selama aku pergi dan ada beberapa barang yang dipindahkan ke rumah kami. Beliau mengatakan, ketika beliau mengunjungi kamar apartemenku, seperti ada bau sesuatu yang terbakar dan ada serangga-serangga kecil mengerbungi tengah kamarku, di lantai. Aku tak memiiki keberanian untuk memeriksanya sendiri, namun ibuku mengatakan bahwa memang sebaiknya aku tak melihat serangga-serangga itu. Satu hal yang paling aku syukuri semenjak keluar dari kuil itu adalah mendapatkan telepon genggamku kembali. Aku sudah tak memegangnya selama setengah tahun dan saat aku memeriksanya, ada ratusan SMS dan email memenuhi inbox-ku, kebanyakan berasal dari Ogawa. Ia menyalahkan dirinya atas segala yang aku alami - dan itu memang salahnya - serta meminta maaf, entah berapa kali. Banyak dari emailnya berisi saran tentang apa yang harus kucoba berikutnya - "Aku dengar kau bisa mencoba ini dan itu" serta "Aku menemukan orang yang mungkin bisa menolongmu." - dan berbagai nasehat lainnya. Ia tampaknya mencoba membantuku sebisa mungkin. Ketika aku menceritakannya, ibuku bahkan mengaku bahwa ia bahkan datang berkunjung beberapa kali selama aku tak ada.
Dua hari setelah kedatanganku kembali ke rumah orang tuaku, Ogawa meneleponku. Aku tak bisa mendengar apa yang ia katakan karena suara musik yang gaduh di belakangnya. Ia nampaknya tengah berada di sebuah pesta, jadi aku menutupnya. Aku hanya mengiriminya SMS berisi,"Aku akan membunuhmu!". Ia membalasnya keesokan harinya mengatakan bahwa ia ingin meminta maaf. Ia berkata ingin datang dan berbicara langsung denganku. Aku setuju dan ia muncul malam itu juga. Ia tampak lelah setelah berkendara jauh dari Tokyo dan ia terlihat merasa sangat bersalah. Begitu membuka pintu, akulangsung memukulnya dua kalo. Satu untuk membuatnya berhenti meyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, dan yang kedua untuk membuatnya tahu kalau mengetahui ia sedang sibuk berpesta ketika aku dalam kesusahan benar-benar membuatku kesal. Ia tampaknya menerima dengan legawa tinjuku itu (lagipula tidak terlali keras kok, walaupun mungkin yang kedua agak terlalu terbawa emosi). Aku menceritakan kepadanya segala yang terjadi. Kami bersenang-senang malam itu, seperti waktu-waktu dulu. Ia bercerita balik kepadaku, apa yang terjadipada Hayashi malam itu. Setelah ia berlari keluar dari rumah orang tuaku malam itu, Ogawa sudah tahu ada sesuatu yang ganjil. "Ia bertingkah sangat aneh." cerita Ogawa."Ia hanya diam di dalam mobil, kemudian tiba-tiba tertawa terbahak-bahak tiba-tiba, dan beberapa saat kemudian ia gemetar ketakutan. Ia terus mengatakan hal-hal seperti'Aku berbeda!' atau 'Aku takkan melakukannya!' Itu benar-benar membuatku ketakutan."
Semua ini membuatku teringat dengan kejadian dimalam Hayashi berbicara dengan iblis itu. Aku mencoba menghapus gambaran itu dari benakku, namun tak berhasil.
Dua hari setelah kedatanganku kembali ke rumah orang tuaku, Ogawa meneleponku. Aku tak bisa mendengar apa yang ia katakan karena suara musik yang gaduh di belakangnya. Ia nampaknya tengah berada di sebuah pesta, jadi aku menutupnya. Aku hanya mengiriminya SMS berisi,"Aku akan membunuhmu!". Ia membalasnya keesokan harinya mengatakan bahwa ia ingin meminta maaf. Ia berkata ingin datang dan berbicara langsung denganku. Aku setuju dan ia muncul malam itu juga. Ia tampak lelah setelah berkendara jauh dari Tokyo dan ia terlihat merasa sangat bersalah. Begitu membuka pintu, akulangsung memukulnya dua kalo. Satu untuk membuatnya berhenti meyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, dan yang kedua untuk membuatnya tahu kalau mengetahui ia sedang sibuk berpesta ketika aku dalam kesusahan benar-benar membuatku kesal. Ia tampaknya menerima dengan legawa tinjuku itu (lagipula tidak terlali keras kok, walaupun mungkin yang kedua agak terlalu terbawa emosi). Aku menceritakan kepadanya segala yang terjadi. Kami bersenang-senang malam itu, seperti waktu-waktu dulu. Ia bercerita balik kepadaku, apa yang terjadipada Hayashi malam itu. Setelah ia berlari keluar dari rumah orang tuaku malam itu, Ogawa sudah tahu ada sesuatu yang ganjil. "Ia bertingkah sangat aneh." cerita Ogawa."Ia hanya diam di dalam mobil, kemudian tiba-tiba tertawa terbahak-bahak tiba-tiba, dan beberapa saat kemudian ia gemetar ketakutan. Ia terus mengatakan hal-hal seperti'Aku berbeda!' atau 'Aku takkan melakukannya!' Itu benar-benar membuatku ketakutan."
Semua ini membuatku teringat dengan kejadian dimalam Hayashi berbicara dengan iblis itu. Aku mencoba menghapus gambaran itu dari benakku, namun tak berhasil.
Comments
Post a Comment